5 Cara Menghindari Toxic Positivity dalam Kehidupan Sehari-hari

sereperformance.com – Kadang kita terlalu buru-buru bilang “semangat terus!” atau “jangan sedih dong!” saat teman curhat. Kalimat seperti itu terdengar positif, tapi bisa menyakiti kalau digunakan pada waktu yang salah. Alih-alih merasa didukung, orang bisa merasa tidak divalidasi emosinya.

Toxic positivity terjadi saat kita memaksakan diri atau orang lain untuk selalu bahagia, meskipun jelas sedang merasa sedih, kecewa, atau marah. Sikap ini justru bikin mental makin tertekan. Tapi tenang, ada beberapa langkah praktis yang bisa kamu lakukan agar nggak terjebak dalam pola seperti ini.

1. Validasi Emosi yang Kamu Rasakan

Langkah pertama adalah dengan mengakui emosi yang muncul. Jangan buru-buru menutupi rasa sedih atau kecewa dengan senyuman palsu. Misalnya, saat kamu kecewa karena gagal, katakan saja, “Aku kecewa dan itu wajar.”

Dengan begitu, kamu menunjukkan keberanian untuk menghadapi kenyataan emosional. Selain itu, cara ini juga mempercepat proses penyembuhan mental.

2. Dengarkan Orang Lain Tanpa Menghakimi

Saat temanmu curhat, jangan langsung memberikan saran positif tanpa memahami konteksnya. Dengarkan dulu sampai selesai. Setelah itu, kamu bisa tanya, “Kamu pengin cerita aja atau mau cari solusi bareng?”

Cara ini menunjukkan bahwa kamu hadir sepenuhnya. Sebaliknya, memberi saran secara instan bisa membuat orang merasa tidak dipahami.

3. Hargai Setiap Proses Pemulihan

Setiap orang punya cara sendiri untuk bangkit dari keterpurukan. Jadi, kamu nggak perlu merasa bersalah kalau butuh waktu lebih lama dari orang lain. Daripada memaksa diri buat “cepat move on”, lebih baik beri waktu dan ruang untuk proses tersebut.

Konsistensi dalam menghargai diri sendiri jauh lebih baik daripada kepura-puraan yang melelahkan.

4. Jangan Bandingkan Masalah

Seringkali kita merasa tidak berhak sedih karena ada orang lain yang lebih susah. Padahal, membandingkan kesedihan justru memperparah tekanan emosional. Kamu punya hak untuk merasa tidak baik-baik saja, bahkan saat orang lain terlihat lebih kuat.

Ingat, luka yang kecil sekalipun tetap perlu perhatian. Maka dari itu, berikan empati juga kepada diri sendiri.

5. Bangun Lingkungan yang Lebih Sehat

Kamu bisa mulai dengan membangun ruang aman untuk jujur soal perasaan. Ajak teman atau keluarga ngobrol dengan aturan: nggak menghakimi, nggak menyela, dan nggak memaksakan solusi. Lingkungan seperti ini akan membantu semua orang merasa lebih nyaman untuk menjadi diri sendiri.

Selain itu, kamu juga bisa jadi contoh dengan menghindari ucapan klise dan menggantinya dengan empati yang nyata.

Kesimpulan

Toxic positivity memang kelihatan baik di permukaan, tapi efeknya bisa cukup merusak kalau dibiarkan. Jadi, penting banget untuk mulai mengenali, menerima, dan memproses emosi dengan lebih sehat. Dengan menerapkan lima cara tadi, kamu bisa menciptakan ruang yang lebih jujur dan empatik—baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Kalau kamu pengin belajar lebih banyak soal kesehatan mental, pantengin terus artikel terbaru dari sereperformance.com ya. Ingat, bahagia itu nggak harus pura-pura. Lebih baik jujur dan sehat mental daripada senyum terus tapi hati kacau.

By admin