sereperformance.com DKI Jakarta, meskipun tidak langsung berhadapan dengan Samudra Hindia, tetap berada dalam ancaman tsunami yang bisa disebabkan oleh gempa megathrust yang terjadi di Selat Sunda dan Jawa Barat. Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD Jakarta, Mohamad Yohan, menjelaskan bahwa meskipun Jakarta tidak langsung menghadap ke samudra, gelombang tsunami yang besar mungkin masih bisa mencapai pantai utara Jakarta jika terjadi gelombang besar dari arah selatan.
Jakarta terletak di tengah-tengah dua segmen megathrust yang memiliki potensi kekuatan hingga magnitudo M 8,7. Kedua segmen ini adalah Megathrust Jawa Barat dan Megathrust Selat Sunda. Megathrust Jawa Barat memiliki dimensi 320 km panjang dan 200 km lebar, dan telah melepaskan energi besar dua kali sebelumnya, pada tahun 1903 dengan kekuatan M 8,1 dan tahun 2006 dengan kekuatan M 7,8.
Sementara itu, Megathrust Selat Sunda memiliki dimensi 280 km panjang dan 200 km lebar, dengan pergeseran 4 cm per tahun. Ini menjadi perhatian khusus karena termasuk dalam zona seismic gap, yang merupakan zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam beberapa dekade atau abad terakhir. Menurut BMKG, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757, dengan usia seismic gap 267 tahun.
Dampak tsunami akibat gempa megathrust diperkirakan akan lebih dirasakan di daerah-daerah sekitar Jakarta, khususnya di Banten yang jaraknya cukup dekat dengan segmen Selat Sunda. Namun, berdasarkan data BMKG yang dibagikan BPBD DKI Jakarta, tingkat bahaya tsunami di Jakarta cukup rendah, dengan ketinggian tsunami di pantai Jakarta kurang dari 1 meter.
Meskipun demikian, BMKG mencatat bahwa Jakarta telah mengalami tsunami tiga kali sepanjang sejarahnya. Pertama, pada 24 Agustus 1757, ketika Jakarta masih bernama Batavia, gempa kuat mengakibatkan gelombang yang berlangsung 5 menit. Kedua, pada 16 Maret 1863, gempa di Pulau Jawa yang dirasakan sedang di Jakarta. Ketiga, pada 20 Mei 1883, kapal “Semarang” mengalami gelombang besar di Pulau Horn, yang diduga berhubungan dengan erupsi Krakatau, meskipun catatan pengukur pasang surut di Tanjung Priok tidak menunjukkan osilasi yang tidak biasa.